Kamis, 25 Desember 2014

TIDAK PERLU CURANG, LULUS UNAS LEBIH GAMPANG - BSNP KAJI SKEMA BARU KRITERIA KELULUSAN UNAS 2015

JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berupaya mencegah potensi kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional (unas) SMP dan SMA. Caranya adalah dengan mempermudah potensi kelulusan siswa. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) kini sedang mengkaji kriteria baru kelulusan unas 2015.

Anggota BSNP Teuku Ramli Zakaria menjelaskan, aturan baru tentang kriteria kelulusan unas 2015 (tahun pelajaran 2014/2015) ditetapkan dalam Permendikbud 44/2014."Permendikbud ini dikeluarkan di masa Pak Nuh (13 Oktober 2014, red)," katanya di Jakarta kemarin.

Setelah kajian di internal BSNP itu tuntas, akan dibawa ke Mendikbud Anies Baswedan. Rencananya pekan depan mereka akan menghadap RI-26 (Kode Mendikbud). Selanjutnya akan ditetapkan apakah kajian dari BSNP itu disahkan untuk acuan kelulusan unas 2015 nanti. Dia mengatakan sampai kemarin belum mendapatkan kepastian apakah unas 2015 diselenggarakan seperti apa.


Ramli menjelaskan ada satu perbedaan mencolok antara unas 2015 dengan unas 2014. Yaitu pembobotan atau porsi penilaian antara hasil unas murni dengan nilai sekolah. Tahun ini pembobotannya adalah nilai unas murni 60 persen, sedangkan nilai sekolah 40 persen.

"Persentase 60:40 itu direvisi untuk unas 2015," tutur Ramli. Dia menjelaskan persentase yang baru adalah bobot nilai unas murni 50 persen dan nilai sekolah juga 50 persen. Sedangkan untuk pemobotan nilai sekolah, Ramli mengatakan tidak ada perbedaan dengan unas tahun ini. Yakni bobot nilai rapor sebesar 70 persen, kemudian nilai ujian sekolah sebesar 30 persen.

Lalu untuk nilai minimal kelulusan siswa tidak ada yang dikoreksi. Ramli mengatakan nilai minimal kelulusan untuk setiap mata pelajaran yang diujikan adalah 4,00. Kriteria berikutnya adalah rata-rata minimal dari semua mata pelajaran yang diujikan adalah 5,50.

Menurut Ramli porsi yang sama besar antara nilai unas murni dengan nilai sekolah membuat siswa tidak terlalu terbebani saat mengejarkan soal unas. "Sehingga siswa tidak perlu curang. Sebab unas bukan penentu kelulusan," paparnya.

Dia mencotohkan seorang siswa mendapatkan nilai ujian murni 2 dan nilai sekolah 7. Kedua nilai itu lantas dijumlah, sehingga ketemu nilai 9. Nilai penjumlahan itu kemudian dibagi dua, sehingga skor akhir siswa adalah 4,5. "Dengan skor 4,5 itu, berarti memenuhi kriteria angka minila kelulusan (4,0)," terang Ramli.

Kepala SMAN 76 DKI Jakarta Retno Listyarti tetap menolak pelaksanaan unas sebagai penentu kelulusan. Meskipun bobot nilai murni unas sebagai komponen kelulusan dikepras menjadi 50 persen, dia mengatakan masih ada campur tangan pemerintah pusat.

"Saya masih berpendapat unas cukup dijadikan sebagai alat pemetaan. Bukan sebagai alat kelulusan," tandas perempuan yang juga aktivis pendidikan itu. (wan)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar